Salah satu pura
kahyangan jagat yang terkenal di Desa Kapal, Mengwi, Badung adalah Pura Sada.
Terletak di daerah pemukiman di Banjar Pemebetan Desa Kapal, Mengwi, Badung,
lokasi pura ini mudah ditemukan. Masuk beberapa meter dari jalan utama jurusan
Denpasar-Tabanan, umat sudah dapat melihat keberadaan pura yang konon dibangun
tahun 830 Masehi itu. Lokasinya
sekitar 15 km dari Denpasar. Salah satu pelinggih yang memiliki ciri khas
tersendiri di utama mandala pura itu yakni Prasada. Bahkan, prasada dan candi
bentar di pura ini diakui sebagai situs cagar budaya yang mesti dilindungi.
Baru-baru ini prosesi upacara yang cukup besar sempat diselenggarakan di pura
ini. Bagaimana sejarah Pura Sada?
Menurut beberapa sumber, nama pura ini kemungkinan
diambil dari pelinggih prasada yang terdapat di utamaning mandala. Prasada itu
pelinggih yang berbentuk pejal bertingkat-tingkat seperti limas berundak. Di
Bali bentuk candi seperti itu dikenal dengan Candi Raras.
Prasada itu tingginya mencapai 16 meter dengan
atapnya bertingkat sebelas.
Di pura ini distanakan arca Dewata Nawa Sanga. Delapan
arca dewa distanakan di delapan arah pada atap pertama. Sedangkan arca Siwa
diletakkan pada atap kedua di arah barat di atas arca Mahadewa.
Kapan pura ini dibangun, masih beragam versi.
Berdasarkan bentuk prasada dan juga candi bentarnya yang memiliki
kesamaan dengan langgam bangunan candi di Jawa Timur. Demikian juga bentuk
bangunannya yang tinggi ramping serta kalamakara-nya tidak berahang di
bawah, diperkirakan pura ini dibangun pada permulaan abad ke-16 Masehi. Tetapi,
ada yang memperkirakan didirikan pada abad ke-12 Masehi dan 16 Masehi.
Namun, menurut analisis penekun lontar asal Kapal
Ketut Sudarsana, pura ini dibangun pada kisaran tahun 830 Masehi.
Kata Sudarsana dan Nyoman Nuada -- salah seorang
keluarga pemangku Pura Sada -- pura ini juga sering disebut Purusadha. Pura
artinya tempat suci dan sada berarti bumi.
Pura Sada, kata Sudarsana, merupakan tempat pemujaan
Siwa Guru. Dalam sastra agama disebutkan, Hyang Siwa memiliki tujuh orang
murid. Murid yang paling pintar adalah Rsi Banu. Karena kepintarannya, Rsi Banu
dianugerahkan gelar Aditya atau Raditya atau Siwa Guru.
Siwa Guru inilah yang dipuja di pura ini.
Rehab
Berdasarkan catatan sejarah, prasada ini sempat
mengalami kerusakan akibat terjadi gempa dahsyat pada tahun 1917 di Bali.
Akibat gempa, bangunan itu sempat mengalami kerusakan yang berat, tinggal
dasarnya saja. Pada tahun 1949, prasada itu dibangun kembali.
Tetapi, menurut Sudarsana dan Nuada, pura ini sempat
direhab beberapa kali. Pada tahun 1260 Isaka, pura ini direhab pada masa
pemerintahan Dhalem Bali Mula dengan rajanya bergelar Asta Sura Ratna Bumi
Banten. Raja yang naik tahta pada tahun 1324 Masehi ini merupakan pemimpin Bali
yang arif dan bijaksana. Perhatiannya terhadap kahyangan-kahyangan yang menjadi
sungsungan umat di Bali cukup tinggi.
Nah, ketika Pura Sada diangap perlu direhab ketika
itu, diutuslah Kebo Wayu Pawarangan atau Kebo Taruna untuk datang ke Kapal guna
memperbaiki pura tersebut. Bahkan, seusai menjalankan tugasnya merehab Pura
Sada, Kebo Iwa (Karang Buncing), kata Nyoman Nuada, sempat membuat tempat
pemujaan atau dharma pengastulan di sebelah tenggara Pura Sada. Dharma
pengastulan ini sebagai tempat pemujaan warih atau pertisentana Karang Buncing
se-wewidangan sebelah barat Tukad Yeh Ayung.
Pura Sada juga direhab tahun 1400 Masehi pada zaman
Kerajaan Pangeran Kapal-Beringkit. Rehab berikutnya berlangsung pada tahun
1600-an. Pada tahun 1949 juga sempat direhab besar-besaran.
Tri Mandala
Seperti halnya Pura-pura yang lain di Bali, Pura Sada
memiliki Tri Mandala yaitu utamaning mandala (jeroan), madianing utama (halaman
tengah) dan nistaning mandala (jaba sisi). Di antara halaman tengah dan halaman
utama terdapat candi kurung, sedangkan antara halaman tengah dengan jaba sisi
terdapat candi bentar.
Di utamaning mandala terdapat pelinggih Padmasana,
Pesimpangan Batara Gunung Batur, Pesimpangan Gunung Agung, Pesimpangan
Batukaru, Pelinggih Batara Manik Galih, Pelinggih Batara di Pura Sakenan, pelinggih
atau candi Prasada, bale penyimpenan, bale pesambyangan, pawedan, bale piyasan,
pelinggih Tri Murti, pesimpangan I Gusti Ngurah Celuk, Pesimpangan Ratu Made --
Ratu Made Sakti Blambangan, pesimpangan Ratu Ngurah Panji Sakti, bale
piyasan, pesimpangan Pura Teratai Bang dan sebagainya.
Pelinggih yang khas di pura ini adalah Prasada.
Prasada itu merupakan pelinggih Ida Batara Pasupati atau Siwa Guru atau Sang
Hyang Lingga Buwana atau Sang Hyang Druwaresi.
Sementara di madianing mandala terdapat gedong
pererepan, bale sumanggen, bale gong. Biasanya sesuhunan di Pura Natar Sari
Apuan-Tabanan, Pura Pucak Kembar Pacung Baturiti dan Pura Pucak Padangdawa Desa
Bangli-Baturiti Tabanan tatkala lunga ke jaba jero serangkaian pujawali,
marerepan di pura ini dan kalinggihang di sebuah pelinggih di madianing
mandala. Selanjutnya mengikuti prosesi upacara di jeroan.
Sementara di jaba sisi terdapat pelinggih Ratu Made
Sedahan.
Piodalan di Pura Sada dilaksanakan tiap enam bulan
sekali setiap Tumpek Kuningan dan nyejer selama tiga hari.
Pengemponnya warga masyarakat Desa Kapal yang terdiri
atas 10 banjar adat yaitu Panglan Baleran, Panglan Delodan, Basang Tamiang,
Banjar Uma, Cepaka, Celuk, Titih, Pemebetan, Gangga Sari, Peken Baleran, Peken
Delodan, Langon, Muncan, Tambaksari, Gegadon, Tegal Saat Baleran, Tegal Saat
Delodan dan Banjar Belulang. Saat ini warga Desa Kapal berpenduduk sekitar
10.646 jiwa dengan luas wilayah mencapai 6,62 km2. Sedangkan penyiwi-nya dari
berbagai daerah di Bali. * subrata
64 Pelinggih Satya
PURA SADA, tempat suci
Hindu yang memiliki peninggalan arkeologi. Karena itu Pura Sada Kapal salah
satu pura yang termasuk cagar budaya.
Menurut Lontar Purwa Kandha Purana Kahyangan Purusada
yang dipuja di Pura Sada adalah Sang Hyang Siwa Pasupati dan Dewi Manik Galih.
Isi lontar itu kurang lebih berbunyi, ''Wangunan Candi sane dahat agung
maluhur, pinaka linggih manira Sang Hyang Siwa Pasupati sareng Dewi Manik
Galih.'' Lontar itu juga menceritakan asal-usul Desa Kapal.
Selain pelinggih prasada di pura ini terdapat
pelinggih satya yang jumlahnya 64 buah. Tiga buah di antaranya berukuran besar.
Selebihnya, kecil-kecil. Pelinggih-pelinggih satya itu menghadap semua penjuru.
Bangun Sakti
Kata
penekun lontar asal Desa Kapal Ketut Sudarsana, Pura Sada memiliki keterkaitan
dengan Pura Dhalem Bangun Sakti yang juga berada di Desa Kapal. Misalnya jika
Ida Batara di Pura Dhalem Bangun Sakti lunga ke Bale Agung, terlebih dulu mesti
mendak Ida Batara di Pura Sada. Hal ini sudah menjadi keyakinan masyarakat
secara turun-temurun. Jika di keluarga pemangku mengalami kacuntakan, ketika
tapakan Ida Batara Pura Sada lunga ke Bale Agung maka pemangku di Pura Dhalem
Sakti yang diperbolehkan nedunang pralingga Ida Batara Pura Sada. Demikian pula
sebaliknya.